Selasa, 01 September 2009
Merenung
Seiring waktu berlalu
Tangis tawa di nafasku
Hitam putih di hidupku
Jalani takdirku
Tiada satu tersembunyi
Tiada satu yang terlupa
Segala apa yang terjadi
Engkaulah saksinya
Andai bisa ku mengulang
Waktu hilang dan terbuang
Andai bisa ku kembali
Hapus semua pedih
Andai nanti aku bisa kembali ulang segalanya
Tapi hidup takkan bisa meski dengan air mata
(Maha Melihat; Opik feat Amanda)
Aku merenung, tadi malam, bersama gelap di atas lantai dingin sambil menyandarkan kepala di sisi tempat tidur. Mataku menerawang dalam diam, memandangi seorang teman yang telah tertidur pulas. Ah, andai saja saat itu aku diberikan ngantuk, pasti sudah kunikmati lelap melepaskan sedikit beban hidup untuk beberapa saat. Tapi tidak, meskipun mata terasa berat, namun pikiran masih tak bisa kompromi.
Beberapa hari ini aku benar2 sedang ‘fall’. Merasa kosong dan sepi. Dan sepi itu telah melesak dalam ramai sekalipun, membungkam optimisme yang selalu ku punya. Seharusnya aku tak seperti ini. Seharusnya aku bisa merealisasikan cita dan mimpi yang dulu ku susun rapih. Tapi inilah kenyataannya. Semua mimpi telah menjadi angin, dan tak pernah kembali, meninggalkanku termangu menunggu. Memang benar, bahwa keinginan adalah sumber kecewa. Jika tak hendak menjadi abu, maka jangan menanam berharap terlalu dalam.
Aku memang tak sempurna. Sebait kenyataan yang membuatku sadar akan sebuah nilai diri. Aku hanya seorang manusia biasa yang memimpikan semua berjalan sebagaimana mestinya. Aku terlalu merasa benar, merasa super dan bisa melakukan apa saja. Padahal, hanya seonggok daging yang Ia tiupkan Ruh untuk menjalankan scenario takdir yang tertulis.
Kini, ku hanya ingin mendekap kesendirian dengan berfikir, meresapi segala hal yang telah aku bangun, mencoba menata ulang mimpi meski nyinyir, juga keyakinan mulai surut dan membunuh optimisme. Tapi aku yakin, seperti janji-Nya, di balik kesulitan ada kemudahan. Dan keyakinan itu yang tidak boleh hilang kini.
Jelang 02:00 malam.
Label:
Perjalanan
5 komentar:
malam...
ah....
selalu datang saat senja lelah menjemput
bersenandung syair hitam dari rajutan sejuta gelap
malam....
bagai raksasa yang tenggelam dalam sakit hati, terpuruk dalam relung penuh tangis jiwa
malam...
seperti sejuta makna yang tidak ku mengerti
mengaum, berlari memeluk selembar keraguan
malam....
pergi begitu saja
berlalu tanpa senyum
malam....
membawaku berlari ke puncak sepi
bungkus diri dengan hangat selimut kabut
tiup seruling mimpi
malam...
adalah sebuah perjalanan yang ku akui meski tak pernah kujalani meski tak pernah kutemui
walau cuma dalam mimpi
DUNIA PENUH BEBAN
Dari langit setiap saat wahyu turun ke dalam kalbumu,
“Bagaikan sampah berapa lamakah usia hidupmu di atas bumi? Naiklah!”
Sesiapa yang beban jiwanya berat, pada akhirnya akan menjadi sampah.
Apabila sampah memenuhi tong, bersihkan!
Janganlah lumpur itu dibuat kewruh setiap kali,
Agar air kolammu jernih dan sampah mudah dibuang dan dukamu sembuh.
Demikian roh, bagaikan obor, asapnya lebih tebal dibanding cahayanya.
Apabila gumpalan asap lenyap, cahaya dalam rumah tak akan dipermainkan lagi.
Kau sentiasa bercermin ke dalam air keruh,
Kerana itu bukan bulan ataupun matahari kau lihat
Apabila kegelapan menutup langit, matahari dan bulan tak nampak.
Angin utara bertiup, udara segar.
Untuk membawa udara segar angin sepoi bertiup pada waktu subuh.
Angin roh bertiup membuat segar dada yang sesak disebabkan derita.
Nafas ringan terhela dan jiwa rasa hampa.
Di bumi roh ialah pengembara asing, negeri tanpa ruang itulah yang ia rindukan,
Mengapa nafsu amarah sentiasa gelisah?
Roh suci, berapa lamakah kau akan mengembara di bumi?
Kau elang raja, terbanglah kembali kepada siul Baginda!
Puisi by Rumi
DUNIA PENUH BEBAN
Dari langit setiap saat wahyu turun ke dalam kalbumu,
“Bagaikan sampah berapa lamakah usia hidupmu di atas bumi? Naiklah!”
Sesiapa yang beban jiwanya berat, pada akhirnya akan menjadi sampah.
Apabila sampah memenuhi tong, bersihkan!
Janganlah lumpur itu dibuat kewruh setiap kali,
Agar air kolammu jernih dan sampah mudah dibuang dan dukamu sembuh.
Demikian roh, bagaikan obor, asapnya lebih tebal dibanding cahayanya.
Apabila gumpalan asap lenyap, cahaya dalam rumah tak akan dipermainkan lagi.
Kau sentiasa bercermin ke dalam air keruh,
Kerana itu bukan bulan ataupun matahari kau lihat
Apabila kegelapan menutup langit, matahari dan bulan tak nampak.
Angin utara bertiup, udara segar.
Untuk membawa udara segar angin sepoi bertiup pada waktu subuh.
Angin roh bertiup membuat segar dada yang sesak disebabkan derita.
Nafas ringan terhela dan jiwa rasa hampa.
Di bumi roh ialah pengembara asing, negeri tanpa ruang itulah yang ia rindukan,
Mengapa nafsu amarah sentiasa gelisah?
Roh suci, berapa lamakah kau akan mengembara di bumi?
Kau elang raja, terbanglah kembali kepada siul Baginda!
Puisi by Rumi
Add:DH GUSTIRA
...dan tertakdir menjalani, sgala kehendak-Mu ya Rabbi... (lagu opieck yang lain.. bareng melly, heheh..)
salam kenal juga ya...
@Wanabuana: makasih banyak udah kunjungin balik blog sy. senang punya sahabat seperti anda.
@Kang deman: wah, penggemar rumi rupanya? i love that poem much \o-o/
@Kidung Jingga: opik itu lagunya inspirative banget. gak salah deh jadi penggemar opiek *-). salam kenal...
Posting Komentar