Menulis lagi.
Dalam lembar-lembar kosong,
hati yang tak pasti,
pikiran yang kusut
dan ketiadaan rasa.
Beberapa hari ini, aku memustuskan aku perlu sendirian. Meski sebenarnya ketakutan terbesar dlm hidupku adalah kesendirian. Tapi, ketakutan terbesar itulah yang harus kutaklukkan demi sesuatu yang aku sebut impian hidup. Makanya, saat ini aku memberanikan diri untuk berhadapan dengan kesendirian, walau pada akhirnya, aku akan merasa sangat kesepian.
Kesepian. Apalagi makhluk yang satu ini. Bicara tentangnya sama saja bicara tentang kengerian dan kepekatan malam. Tapi, untuk saat ini, ia juga adalah teman. Padanya, aku bertanya apa yang akan kulakukan dan apa yang harus kuyakini. Dengannya, semua ide cerita hidup dan mengalir seperti air yang menemukan muaranya.
Aku mencintai kesendirian itu. Aku mencari-carinya bila ia pergi jauh. Aku nyaman menghabiskan waktu sendirian. Kemana saja. Ke kampus, ke mall mencari buku-buku favorit, ke tepian sungai, kemana saja.
Aku juga sadar, bahwa hidup tak harus sendirian. Tapi, paling tidak, beberapa hari ini, izinkan aku sendrian. Aku ingin berpikir, ingin merenung, ingin larut sejenak dalam imajinasiku sendiri, dan ingin terbang bersama kesedihan. Tak perlu semua orang tahu bahwa kali ini aku sedang rapuh. Hingga tak perlu membenani mereka dengan membuat status betapa sedih dan melankolisnya aku saat ini di status pertemanan atau bercerita panjang lebar sambil terisak-isak. Tak perlu!. Lukaku, milikku sendiri. Biarlah yang tertulis di sana kata-kata yang akan membuat inspirasi buat orang-orang di sekelilingku, atau paling tidak kata-kata yang mengajak diri ini untuk bersemangat. Walau kadang kita harus mengatakan apa yang sebenarnya tidak kita rasakan, atau sebaliknya tidak mengatakan apa yang kita rasakan.
Entahlah...
Dalam lembar-lembar kosong,
hati yang tak pasti,
pikiran yang kusut
dan ketiadaan rasa.
Beberapa hari ini, aku memustuskan aku perlu sendirian. Meski sebenarnya ketakutan terbesar dlm hidupku adalah kesendirian. Tapi, ketakutan terbesar itulah yang harus kutaklukkan demi sesuatu yang aku sebut impian hidup. Makanya, saat ini aku memberanikan diri untuk berhadapan dengan kesendirian, walau pada akhirnya, aku akan merasa sangat kesepian.
Kesepian. Apalagi makhluk yang satu ini. Bicara tentangnya sama saja bicara tentang kengerian dan kepekatan malam. Tapi, untuk saat ini, ia juga adalah teman. Padanya, aku bertanya apa yang akan kulakukan dan apa yang harus kuyakini. Dengannya, semua ide cerita hidup dan mengalir seperti air yang menemukan muaranya.
Aku mencintai kesendirian itu. Aku mencari-carinya bila ia pergi jauh. Aku nyaman menghabiskan waktu sendirian. Kemana saja. Ke kampus, ke mall mencari buku-buku favorit, ke tepian sungai, kemana saja.
Aku juga sadar, bahwa hidup tak harus sendirian. Tapi, paling tidak, beberapa hari ini, izinkan aku sendrian. Aku ingin berpikir, ingin merenung, ingin larut sejenak dalam imajinasiku sendiri, dan ingin terbang bersama kesedihan. Tak perlu semua orang tahu bahwa kali ini aku sedang rapuh. Hingga tak perlu membenani mereka dengan membuat status betapa sedih dan melankolisnya aku saat ini di status pertemanan atau bercerita panjang lebar sambil terisak-isak. Tak perlu!. Lukaku, milikku sendiri. Biarlah yang tertulis di sana kata-kata yang akan membuat inspirasi buat orang-orang di sekelilingku, atau paling tidak kata-kata yang mengajak diri ini untuk bersemangat. Walau kadang kita harus mengatakan apa yang sebenarnya tidak kita rasakan, atau sebaliknya tidak mengatakan apa yang kita rasakan.
Entahlah...
1 komentar:
Aku tetap suka anty yang melankolis seperti ini. kalo udah melankolis, pasti puitis.
yah, mungkin dengan kesendirian itulah, kita akan merasa diterima dan dimaafkan oleh diri kita sendiri.
Ruly
Posting Komentar