Satu hari aku berkata pada seorang teman dengan penuh keyakinan. “Back to our normal life..”
Tapi hari ini aku bertanya pada diri sendiri. Adakah hidup yang normal itu? Apakah konotasi kata normal itu sama artinya dengan 'tidak gila', tapi bukankah sebagian besar peristiwa yang kini kita jalani adalah pilihan sadar? Dan karenanya segala sesuatu yang terjadi adalah konsekuensi dari hal-hal yang pernah aku pilih di masa lalu?
Kadang aku berpikir, kalau saja mesin waktu bisa kuputar, bagian mana dari hidup yang ingin kuubah? Jalan mana yang ingin kutempuh lagi, jalan mana yang ingin kuhindari? Sayangnya, jawaban pertanyaan itupun tak berguna. Cuma sekedar mengorek luka lama. Pahit...
Akhirnya, aku pikir, mungkin memang tak ada hidup yang normal. Sekaligus tak ada hidup yang tak normal. Yang ada cuma kini yang nyata, setumpuk pilihan hidup untuk disegerakan. Hidup cuma sekali. Untuk itu mesti berarti. Entah normal atau tidak, tak peduli.
Hanya saja, seperti kata bang 'long' agus, bahwa kita tak akan pernah bisa memperbaiki masa lalu atau kembali ke masa lalu, tapi kita bisa bisa memulai sesuatu yang lebih baik di masa depan.
*Saat sedang "normal"....
0 komentar:
Posting Komentar