Coba lihat hidupku. Aku belum jadi apa-apa. Tak ada yang bisa kubanggakan. Belum cukup 'besar' untuk menjadi manusia. Belum layak disebut bermakna.
Lihat aku. Secara duniawi aku tak punya apa-apa. Rumah tak punya. Kuliah belum sarjana. Pekerjaan tak jelas. Fasilitas nebeng semua. Mau bagaimana hidupku tahun depan? Mau kerja apa nanti? Belum bisa kujawab semua. Spiritualitas? Jauh minus. Dewasa? Ehmm....jauh, underground. Bijaksana? Low. Stress? High!
So, beginilah kawan diriku. Kutilik note-note yang sempat kubuat tahun lalu. Terpampang jelas "AKU di 2010". Apa kini? Itu semua hanya carikan kertas, sedang aku masih sampai di sini. Terkatung-katung mencari kepastian nasibku. So? sudah layakkah aku disebut manusia?
Begitu banyak yang ingin kutemukan suatu hari, tapi belum kutemui hari ini, kawan. Katakanlah, belum jadi bagian dari takdir hari ini.
Tapi esok? Kemungkinan pasti ada. Lagipula, siapa yang tahu apa yang terbaik bagiku?
Siapa yang tahu waktu tertepat untukku? Hmm.... Entah sobat, Tuhan mungkin?
Kau benar. Aku sudah 25 tahun. Tapi itu tak begitu penting kurasa.
Setidaknya aku masih hidup hingga kini. Masih sempurna dari ujung kaki hingga rambut.
Masih bisa bertemu dengan banyak orang. Masih bisa tertawa. Masih bisa kuliah. Masih bisa mengeluh disini. Masih bisa...masih bisa, kawan.
Aku mungkin memang belum cukup besar dan bermakna.
Tapi, sesungguhnya, apakah arti besar dan bermakna itu sendiri? Katakan, apa standarnya?
Saat kutanya itu pada diriku, aku makin binggung. Lalu aku teringat kata seorang kawan baik, bahwa segala sesuatu dimulai dari pikiran. Yakkk...dan mungkin ia benar.
0 komentar:
Posting Komentar