RSS

Rabu, 23 Desember 2009

Keajaiban

Senangnya bisa memborong hadiah pada malam itu Gara2nya anak asrama ngebuat lomba puisi, cerpen dan masak nasi goreng moment hari ibu. Dan malam tanggal 21 kemaren itu adalah waktu pembagian hadiahnya. Gak nyangka bisa memberondong hadiah juara pertama lomba cerpen dan lomba masak. Kalau lomba nulis cerpen sih mungkin biasa, tapi kalo lomba nasi goreng seleksinya ketat bangets, soalnya semua temen2 pada ikut. SO, ketika di umumkan juara ke 3 lalu ke 2 udah yakin gak mungkin juara 1, tapi alhasil, kenyataan berkata lain. wah... senang dan surpsise bangets.

He he he... gak begitu penting may be buat diceritain kisah ini. Tapi gak apa2 deh, mumpung masih bisa mengingatnya. Cos, mungkin next year gak bakalan tinggal di asrama lagi, dan gak mungkin buat ngikutin lomba serupa (wuih..,.jd sedih).

Tapi ada satu pelajaran dr itu semua. Bahwa sesuatu yang kita dapatkan dengan tidak disangka2 itu, akan lebih mengesankan dari apa yang bisa kita tebak sebelumnya. Dan dalam hidup ini saya percaya bahwa Tuhan pasti bakalan ngasih keajaiban jika kita telah menanamkan keyakinan.

Sibuk dan Produktif?

Benar2 ngerasa sibuk dan gak bisa membagi waktu sebulanan ini. Entah mengapa. Cuma bisa stay di rumah pagi hari sampai jam 9-an, lalu harus terburu2 ke suatu tempat rutinitas. Semua rutunitas itu baru akan berakhir sore hari. Dan malam hanya akan diisi dengan acara tidur2an, bahkan menahan kantuk hingga pukul 21 saja sudah kewalahan. Sibuk sepertinya. Tapi samakah sibuk dengan produktif? Tidak tentu saja. Dan itu yang saya perlu tanyakan ulang dengan diri ini. Adakah saya sudah produktif dg kesibukan ini?

Senin, 14 Desember 2009

Setumpuk Pilihan


Hidup adalah setumpuk pilihan. Sayangnya dalam situasi tertentu, kita mengalami kesulitan menentukan mana yang terbaik. Atau sebaliknya, setelah kita memilih, kita merasa ada sesuatu yang salah dengan pilihan kita. Entah kenapa.

Pagi ini saya 'berkunjung' ke kamar seorang teman di asrama tempat saya tinggal, dan menemukan buku Greatness Guide, tulisan Robin Sharma. Ada kalimat di chapter 42 yang meresap. At least, ia telah membantu saya memantapkan pilihan hati. Akan saya coba menyadurnya.

"Bangunlah pagi-pagi setiap hari dan bertanya pada diri sendiri,”Apa yang akan saya lakukan jika hari ini adalah hari terakhir hidup saya?” Sebagian besar kita membiarkan hidup yang mengatur kita. Kita terkantuk-kantuk di roda kereta kehidupan kita sendiri. Hari pun berubah menjadi minggu, minggu menjadi bulan, dan bulan berubah menjadi tahun. Tiba-tiba kita telah terbaring di ranjang kematian kita, berpikir dg sesal, “Ketika matahari bersinar dan toko toko dibuka -waduh!- saya lupa belanja. Sekarang malam sudah larut, dan saya baru ingat kalau harus belanja.”

Jalani hidup seakan hari esok tak akan pernah tiba. Ambil beberapa resiko. Bukalah hati lebih lebar. Katakan apa yang kau inginkan. Ungkapkan cinta. Tersenyumlah. Bernyanyi. Menari. Bermain. Tolonglah mereka yang membutuhkan…

Bersinarlah…karena hidupmu bukan untukmu sendiri...

Minggu, 13 Desember 2009

No more crying

Hari itu mungkin tak akan ada tangis lagi. Dialah hari ketika air mata akan berhenti, pertanda akhir dari kelelahan selama ini. Hanya kata ‘selamat tinggal dan sampai jumpa lagi,’ semoga cukup membayar semuanya...


Ada banyak peristiwa yang membuat kita bertemu banyak orang. Pertemuan itu adalah kesempatan. Dan tidak ada satu pertemuan pun yang tidak disengaja. Semua pasti sudah tertulis dalam takdir manusia, dan menyiratkan maksud tertentu. Seperti kata orang bijak “semua pasti ada hikmahnya...”

Kita mungkin akan belajar banyak hal dari orang2 yang kita temui setiap hari. Siapa saja. Karena manusia satu sama lain itu unik. Ada yang mengajari kita kesabaran, ada yang mengajari kita kesederhanaan, ada yang mengajari kita ketulusan, ada yang mengajari kita optimisme, dan masih banyak lagi. Tapi kita tidak pernah tahu, siapakah dari mereka yang akan masuk lebih dalam di kehidupan kita, mungkin juga hati kita.

Seseorang mungkin akan masuk lebih jauh di kehidupan kita. Kita bersamanya setiap hari. Makan bersamanya, berjalan bersamanya, ngobrol dengannya, pendek kata beraktivitas bersamanya. Tapi itu bukan jaminan dia adalah seseorang yang masuk ke dalam hati kita. Bisa jadi seseorang yang menyentuh hati kita malah seseorang yang tidak selalu bersama kita, bahkan hanya sesekali kita temui, tapi ia membuat kita terkesan dan membuat kita memilih menyimpannya lebih jauh ke dalam hati.

Begitu banyak orang2 istimewa di luar sana. Tapi masalahnya tidak semua orang2 yang istimewa itu akan menjadi istimewa pula di hati kita. Seperti kata seseorang penulis, bertemu dengan banyak orang itu kesempatan, tapi mencintainya adalah pilihan. Begitu mudah kita mengucapkan “Welcome” pada siapa saja yang kita temui. Tapi begitu hati telah memilih seseorang untuk dicintai, kita merasa sulit mengucapkan “Good bye” saat harus melepasnya pergi.

Ketika kita mengatakan “Selamat datang” pada seseorang, kita akan mengatakannya sambil tersenyum. Namun saat kita mengucapkan “Selamat tinggal” kita hanya akan menangis dan terluka dalam. Meskipun demikian, kepergian juga mengajarkan banyak hal. Walau sejujurnya hati kita lebih menginginkan ia tetap ada dan bersama kita hingga akhir kehidupan.

Itulah kehidupan. Datang dan pergi, tawa dan tangis, selamat datang dan selamat tinggal. Ya, tidak ada yang abadi...... tapi saya percaya, ketika kita melepaskan seseorang yang istimewa, kita pasti akan dipertemukan dengan seseorang istimewa lainnya.....

So, no crying anymore

Jumat, 11 Desember 2009

Apa Salahnya Menangis

Seorang teman laki2 pernah bertanya pada saya : “Apa wajar laki2 menangis? Dan apa kamu gak malu kalo punya teman laki2 yg ‘suka’ nangis?”


Menangis? Satu kata itu agaknya dekat dengan kaum wanita memang. Tapi kalo laki2 menangis lucukah? Oww.... sama sekali tidak. Apa salahnya menangis, jika memang dengan menangis itu manusia menjadi sadar. Sadar akan kelemahan-kelemahan dirinya, saat tiada lagi yang sanggup menolongnya dari keterpurukan selain Allah. Untuk kesadaran yang membawa pada kebaikan, why not? Bukankah kondisi hati manusia tiada pernah stabil. Toh menurut saya, itulah manfaatnya Tuhan menciptakan air mata. Bukankah segala sesuatu diciptakan ada manfaatnya. Kalau tidak digunakan, kan namanya tidak bersyukur.....


Menangis bukan menandakan kita lemah atau cenggeng, hanya cara kita mengekspesikan apa yang ada dalam jiwa kita. Toh, gak jamin orang yang gak nangis akan menyelesaikan masalahnya secara bijak, bisa jadi sebaliknya, saat kita telah menangis dan berniat untuk menyerahkan segala urusan pada-Nya, kita malah akan merasa lebih kuat....


Saya jadi teringat sahabat Rasul yang satu ini. Seorang panglima perang yang lembut hatinya. Siapa lagi kalau bukan Umar ibn Khattab. Pernah suatu ketika beliau melewati rumah seseorang yang sedang membaca Al-Quran. Ketika sampai suatu ayat yg menjelaskan tentang hari pembalasan, beliau lalu berdiam dan berdiri tegak, kemudian mengucurkan air mata sambil tersedu2. Sama halnya dengan Abu Bakar yang sampai2 dijuluki anaknya, Aisyah RA sebagai Rojulun Bakiy (Orang yang selalu menangis). Subhanallah......


Nah, buat kita yang mungkin jarang menangis atau belum pernah menangis, maka menangislah....ketika membaca Al Qur’an, ketika berdo'a di sepertiga malam, ketika melihat orang2 disekeliling kita yang kurang beruntung, atau tangisilah diri kita karena tidak bisa menangis ketika mendengar ayat-ayat Allah. Karena menangis akan melembutkan hati dan membuat kita lebih peka. Ingatlah hari ketika manusia banyak menangis dan sedikit tertawa karena dosa-dosa yang diperbuatnya. “......Maka mereka sedikit tertawa dan banyak menangis, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan”. (QS At Taubah: 82).

“Saat belajar tawakkal pada-Nya..”

Selasa, 01 Desember 2009

Pasangan Jiwa

Pasangan Jiwa, Adakah ? ....

....Kadangkala aku berkhayal seorang di ujung sana juga tengah menanti tiba saatnya. Begitu ingin , berbagi batin, mengarungi hari, yang berwarna, dimana dia pasangan jiwaku? ku mengejar bayangan, kian menghilang, penuh berharap... (Katon Bagaskara)

Bait-bait lagu "Pasangan Jiwa" yang cukup melankolis tadi, agaknya cukup disukai para lajang yang belum beruntung menemukan pasangan yang "pas". Dalam batin mereka acap bertanya-tanya: Siapakah seseorang diantara milyaran manusia di bumi ini yang kelak akan hidup bersamanya? Dimanakah seseorang itu berada? Kapankah ia akan menemuinya?

Sayangnya, ketika sudah mendapatkan seseorang pun, para lajang ini terkadang malas membuat komitmen. Alasannya, mereka belum yakin seratus persen bahwa pasangan yang bersamanya saat ini adalah seseorang yang tepat untuknya. Sebagian, bahkan merasakan seolah masih ada seseorang yang lebih tepat untuknya "melayang-layang" di luar sana. Hanya saja ia belum menemukannya. Tapi, sampai kapan..?

Begitukah friends? Benarkah ada yang disebut dengan soul mates, "pasangan jiwa" bagi tiap manusia di muka bumi ini? Apakah Anda percaya dengan apa yang disebut pasangan jiwa? Atau bisakah kita memiliki pasangan jiwa lebih dari satu di dunia ini? (Banyak pertanyaan ya�)

Sejumlah pakar kejiwaan percaya bahwa di dunia memang terdapat hubungan antara dua pasangan jiwa, dua jiwa yang ditakdirkan menyatu dengan kuat satu sama lain sepanjang waktu. Konon, dengan kehadiran pasangan jiwa ini, Anda akan merasakan benar-benar dicintai, benar-benar aman dan benar-benar dipahami.

Lantas bagaimana Anda mengetahuinya? Sejumlah teman mengatakan, "Ya pokoknya terjadi begitu saja, Kita tahu hanya dengan melihatnya. Dengan menggunakan perasaan." Tapi, perasaan macam apa? Psikolog Barbara De Angelis menggambarkan bahwa ketika Anda berjumpa pasangan jiwa Anda, Anda akan merasakan seolah-olah Anda ingin selalu bersamanya, tidak hanya hanya dalam kehidupan di dunia ini, tapi untuk selamanya. (dahsyat ya�).

Pertemuan tersebut, akan begitu saja memadamkan api kerinduan yang lama terkurung dalam hati Anda, sampai Anda berhasil bertemu satu sama lain. Suatu kerinduan istimewa yang tidak akan mampu dipuaskan oleh hubungan yang biasa mana pun juga.

"Untuk setiap saat, setiap menit waktu yang Anda luangkan bersamanya, Anda akan merasakan seolah "pulang ke rumah"" katanya.

Bagaimana kalau Anda tidak merasakannya?

Jawabannya ada pada hasil riset. Penelitian terbaru mengatakan: Andaikan Anda belum menemukan seseorang yang begitu sempurna yang bisa disebut sebagai pasangan jiwa, Anda masih dapat berkeyakinan menemukan seseorang.

Bagaimana caranya? Dengan berusaha tentu saja. Laki-laki dan perempuan, sebaiknya mengembangkan perasaan bahwa pasangan mereka pada dasarnya adalah gambaran diri, hakekat jiwa mereka sendiri, dan lebih memfokuskan hubungan pada kesamaan yang ada ketimbang perbedaan. "Dengan menerima seseorang sebagai diri Anda, seseorang yang akrab dengan Anda. Perasaan bahwa Anda memiliki spirit yang sama, pokoknya seseorang yang mirip dengan Anda-lah, dengan begitu Anda akan mengetahui dan memahami mereka sebagaimana dia adanya," kata Sandra L Muray, peneliti dari the State University of New York .

Tentunya, dengan memahami orang lain seperti Anda memahami diri sendiri, membuat Anda memahami pula segala kekurangannya. Seperti halnya Anda memaklumi kekurangan diri sendiri. Perkawinan-perkawinan abadi seringkali masuk kategori ini. Khususnya perkawinan yang menyisakan rasa damai dan kebahagiaan pada akhir kisahnya.

Dikatakan Barbara, hubungan kasih sayang yang berkaitan dengan pasangan jiwa ini tidak selalu diisi dengan hubungan emosional yang spontan, bergairah, dan mendebarkan sepanjang waktu. Kadang kita tidak menemukan pasangan yang tepat dengan begitu saja. Diperlukan sedikit usaha agar pasangan jiwa ini menuju tingkat saling mencari kecocokan dan memahami satu sama lain, sehingga tercipta hubungan yang kokoh.

Apakah selalu berupa hubungan yang abadi ?

Konon tidak ada satu hal pun di dunia ini yang terjadi secara kebetulan, kadangkala dua orang terseret jauh dalam masalah-masalah kehidupan ini secara bersama-sama. Menurut Barbara, setiap hubungan yang terjadi antar manusia pasti memiliki tujuan tertentu. Maka, bukan kebetulan pula bahwa dua orang tertentu terlibat dalam suatu hubungan kasih sayang.

Masing-masing orang di dunia ini, menurutnya, akan menemukan pasangan jiwanya sendiri-sendiri. Bisa dengan cara yang cukup mudah, namun kadangkala harus melalui peristiwa yang sangat dramatis dan mendebarkan.

Bisa saja seseorang memiliki pasangan jiwa lebih dari satu, sebab tidak selalu hubungan kasih sayang itu berlangsung selamanya. Satu hal yang pasti, apakah hubungan itu hanya berlangsung selama satu minggu, apakah pasangan tersebut hanya hidup bersama selama satu tahun, atau limapuluh tahun? Tujuannya tetap sama mereka menjadi manusia, menjadi pasangan jiwa yang saling menyayangi pada masanya.

Mereka kadang datang sebagai sahabat, sebagai kekasih. Orang yang datang dalam kehidupan Anda tepat ketika Anda membutuhkan kasih sayang. Bisa saja ia hanya mampir sebentar menemui Anda, dan kemudian bergerak terus untuk menemui seseorang yang lebih tepat dan cocok dengannya. Demikian juga Anda. Namun, setiap pasangan yang saling menyayangi �entah itu akan abadi atau tidak- pada dasarnya adalah pasangan jiwa. Bagaimana dengan pasangan jiwa yang abadi?

Beberapa ajaran agama mengatakan bahwa setiap manusia bisa memiliki beberapa pasangan jiwa yang abadi. Sementara ajaran-ajaran lainnya, mengatakan bahwa hanya ada satu pasangan jiwa abadi dalam diri setiap pasangan, selama hidupnya.

Yah, apapun yang mereka katakan, kalau saat ini Anda sudah bertemu pasangan jiwa Anda, sebaiknya Anda tidak usah peduli apakah ada jiwa lainnya yang melayang-layang di alam semesta ini menanti saatnya bertemu. Yang paling penting bagi Anda adalah berikanlah kasih sayang pada pasangan Anda, tanpa syarat. "Kalau engkau begini, maka aku akan menyayangimu," itu bukanlah kasih sayang.

Kasih sayang, menurut penulis Andrew Matthews berarti menerima orang lain apa adanya. Menyayangi dengan mencari kebaikan dalam dirinya. Dan jika Anda bisa melakukannya terus menerus, Anda dijamin akan memperoleh kebahagiaan bersama pasangan Anda. Tanpa perlu repot menghabiskan energi memikirkan diakah pasangan jiwa yang dikirim Tuhan untuk Anda. Begitu kawan..?

"Ketika kita bertemu orang yang tepat untuk dicintai
Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat... itulah kesempatan
Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik, itu bukan pilihan... itu kesempatan
Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan
Itupun adalah kesempatan

Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut
Bahkan dengan segala kekurangannya
Itu bukan kesempatan... itu adalah pilihan
Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi
Itu adalah pilihan
Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu
Dan tetap memilih untuk mencintainya
Itulah pilihan

Perasaan cinta, simpatik, tertarik, datang bagai kesempatan pada kita
Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan
Pilihan yang kita lakukan
Berbicara tentang pasangan jiwa, ada suatu kutipan dari film yang mungkin sangat tepat :
"Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil."

Pasangan jiwa bisa benar-benar ada
Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang yang diciptakan hanya untukmu
Tetapi tetap berpulang padamu untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin melakukan
sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak...
Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita
Tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita adalah pilihan yang harus kita lakukan

Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai
Tetapi untuk belajar mencintai seseorang yang tidak sempurna... dengan cara yang sempurna"

Taken from http://dudung.net - Sumber : kompas.com

Senin, 30 November 2009

PKL; Sektor Informal Yang Dianaktirikan

Ceritanya, artikel ini dibuatnya kira-kira 2 bulan lalu, lalu nyoba dikirim ke salah satu koran di Pontianak. Simple aja, idenya dapat sewaktu pulang ngeles, trus liatin sat Pol PP yang lagi menertibkan PKL.

Udah yakin banget gak bakalan terbit, eh...tiba-tiba banyak yang sms, bilang selamat tulisannya terbit. walah...orang saya sendiri aja gak tahu... padahal sudah lama dikirimnya... Ya, semoga bs buat pencerahan bg kt semua...



PKL; Sektor Informal Yang Dianaktirikan

Oleh: Safriyanti


PKL (Pedagang Kaki lima) adalah sebuah fenomena yang tak pernah habis untuk dibicarakan. PKL adalah bagian dari sektor informal perekonomian yang paling dekat dengan kehidupan masyarakat. Menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Keberadaannya mampu menjadi peredam gejolak sosial penggangguran, karena daya serap tenaga kerjanya yang sangat tinggi. Sebuah posisi yang cukup penting, mengingat tiap tahun penggangguran bertambah kurang lebih tiga juta orang. Apalagi, berbagai krisis yang dialami seluruh lapisan masyarakat di negara ini, jumlah penggangguran meningkat, sedang ketersediaan lahan pertanian tidak memadai. Karena alasan itulah, mereka yang tidak memiliki bakat, keterampilan dan pendidikan yang memadai lebih memilih profesi sebagai pedagang sektor informal mengingat modal yang dikeluarkan tidaklah terlalu besar dan relatif mudah untuk dikerjakan.


Namun, kehadiran PKL khususnya di kota-kota besar sepertinya masih menjadi momok sekaligus PR pemerintah kota. Bahkan di negara maju sekalipun, PKL masih menjadi isu yang tak habis untuk dibicarakan dan menanti solusi. Konon, istilah PKL sendiri merupakan warisan sejarah zaman belanda yang dahulunya biasa menertibkan pedagang pinggir jalan. Mereka boleh berdagang, dengan syarat dagangannya ditaruh 5 feed (5 kaki) dari jalan raya. Lebih apes lagi, PKL biasanya menjadi tertuduh utama dalam kasus-kasus yang berhubungan dengan tata kota, seperti kesemrawutan lalu lintas, hingga memperburuk wajah kota. Walhasil, pekerja sektor informal ini menjadi sasaran empuk penertiban oleh petugas SATPOL PP, terlebih saat kedatangan pejabat negara.


Kategori pedagang kaki lima sendiri secara umum menyangkut semua orang yang berjualan di pinggir jalan, yang memungkinkan menyebabkan kemacetan lalu lintas. Termasuk mereka yang menggelar tikar di pinggir jalan dan pinggir trotoar atau yang mendirikan bangunan-bangunan di atas parit yang dikenal dengan sebutan lapak, serta warung kecil maupun gerobak sebagai media berjualan.


Dari segi perekonomian, sektor informal yang di’anak tirikan’ ini cukup memberikan andil besar. Hal ini terbukti dari jumlah nasabah BMT (Baitul Maal Wattamwil) ataupun CU (Credit Union) yang sebagian besar berasal dari pedagang kaki lima dan masyarakat menegah ke bawah. Umumnya, pinjaman yang dilakukan tidak begitu besar, antara 500 ribu sampai satu juta rupiah. Sehingga pengembaliannya dapat dilakukan dengan lancar.


Secara kuantitatif, keberadaan PKL di kota Pontianak sendiri cukup besar bahkan makin menjamur meskipun penertiban telah dilakukan. Perkembangan sektor ini sedemikian pesatnya. Belakangan kasus penertiban PKL itu sendiri semakin menjadi isu yang cukup strategis di masyarakat, bahkan menimbulkan sikap pro kontra, mengingat penertiban yang dilakukan belaknagan ini oleh SATPOL PP dinilai sedikit kurang humanis.


Suatu kali, penulis pernah menyaksikan sendiri kegiatan penertiban yang dilakukan oleh petugas Kamtib, di jalan H. Rais A. Rahman. Pembongkaran yang dilakukan menyedot perhatian banyak orang yang sedang berlalu lalang. Saat itu petugas penertiban sedang membongkar gerobak pedagang kaki lima dan dengan (maaf) seenak hati melemparkan barang dagangannya tanpa memperdulikan para pedagang yang menangis dan histeris.. Ketika ditanya oleh wartawan yang sedang mengadakan liputan di lokasi kejadian, petugas Kamtib menjawab alasannya bahwa para PKL sudah diberi peringatan sebelumnya. Hal yang sama juga disaksikan penulis ketika melintasi jalan sungai raya dalam yang saat itu sedang dilakukan penertiban lapak PKL yang diwarnai aksi ricuh petugas Kamtib dengan mahasiwa dan PKL itu sendiri.


Menurut penulis, meskipun keberadaan PKL sendiri kebanyakan belum terdaftar, tercatat dan belum berbadan hukum, tapi alangkah baiknya jika penertiban dilakukan dengan cara-cara yang lebih persuasif dan humanis. Bagaimanapun, penertiban membuat mereka kehilangan mata pencaharian. Sedikit menyesalkan apa yang sering terlihat dan diberitakan di koran-koran tentang penertiban yang dilakukan, yang menimbulkan sinyalir dari masyarakat bahwa pemerintah seperti tidak berniat melindungi pedagang kecil. Upaya dialogis antara pemerintah dan pedagang kaki lima merupakan langkah yang perlu ditempuh. Yang dibutuhkan para pedang kaki lima hanyalah kejelasan daerah tempat mereka berjualan, bukan ketegasan.


Sejauh ini, kita melihat sendiri betapa sektor formal yang tampak heboh dan glamor itu tidak dapat survive sendiri tanpa sektor informal. Contoh kecil keberadaan mall sebagai pusat perbelanjaan modern saat ini. Kenyataannya, tidak semua masyarakat kita sepenuhnya mencukupi kebutuhan hidupnya dengan berbelanja di mall saja, apalagi bagi mereka yang kelasnya menengah kebawah. Kadang masyarakat lebih merasa nyaman dengan berbelanja barang pelengkap di pinggir-pinggir jalan. Lebih mudah ditemukan dan biasanya harganya lebih terjangkau.


Kenyataannya, PKL memang sektor informal dengan legalitas yang dipertanyakan, mereka menggunakan lahan di luar kebijakan pemerintah, mereka terkadang juga mengganggu keberadaan prasarana lainnya. Masalah PKL memang masalah yang pelik, tapi penulis yakin pasti hal ini bisa diselesaikan tanpa harus melanggar hak asasi para PKL maupun merugikan pemerintah dan masyarakat lainnya. Jangan hanya karena alasan legalitas, lalu sektor informal disisihkan.


Seharusnya sektor formal dan informal tidak dibedakan atau dipisahkan, tapi dibuat rentangan usaha. Bagaimanapun kedua sektor tersebut saling topang. Jika dikembangkan, keduanya dapat menjadi satu kesatuan yang utuh dalam menopang perekonomian masyarakat. Karena, pembagian kerja dalam masyarakat merupakan suatu tanda manajemen yang baik. Dan setiap unsur yang bermain di dalamnya memiliki perannya masing-masing sekecil apapun bentuknya, tak terkecuali peran pedagang kaki lima. Kejelasan tempat berjualan, pembinaan, dan pendekatan persuasif akan lebih efektif ketimbang kekerasan

Sabtu, 21 November 2009

Menunggu Hujan

Hujan turun lagi. Mungkin karena Hujan adalah musim yang dipergilirkan. Hujan adalah inspirasi. Di dalam gemuruhnya yang ramai, kita diberikan jeda untuk berpikir dan merenung akan banyak hal. Dia adalah kehidupan, menghapus kegersangan, sama seperti matahari.

Bukan cerita hujan yang ingin kubicarakan. Hanya menunggu waktu, berharap derasnya akan berhenti dan aku dapat pulang sambil menghitung hari di tiap ruas jalan yang akan terlewati. Karena hari sebentar lagi akan malam, dan semua akan menjadi senyap. Tapi tak berarti kehidupan akan terhenti. Kehidupan hanya berganti dengan wajahnya yang baru hingga tengah malam nanti, saat orang2 mulai lelah dan ingin melabuhkan diri pada kasur empuk.

Aku? apa yg akan aku lakukan malam ini? Pertanyaan bodoh. Karena jawabnya adalah; sama saja dengan malam2 lalu. Saat aku harus menghitung detik2 waktu, menunggu di tepi jendela kamar, berharap sesuatu yang tidak akan pernah terjadi. Lalu menghamburkan kekesalan demi kekesalan yang selama ini lama tersimpan rapi.

Lama sudah ku membujuk hati, berkompromi dengan kenyataan dan membawanya lari sejauh2nya. Aku ingin tak seorangpun tahu apa yang aku risaukan selama ini. Tentang hati inikah itu, tentang cita2 kah itu, atau tentang apa saja... meskipun pada akhirnya tetap akan ada satu ruang yang kian hari kian hampa... Tapi tenang saja, kuyakin pada akhirnya semua akan baik2 saja....


"ditulis saat menunggu hujan berhenti.."

Rabu, 18 November 2009

Koma dan Titik: Part 2

Tadi malam, aku sempat berpikir sejenak sebelum tidur, sebenarnya hidup itu simple. Hidup adalah representasi dari dua hal saja. Kalau boleh aku mengidentikkannya dengan tanda baca, maka tanda baca yang paling cocok buat mewakili hidup adalah koma dan titik. Koma adalah representasi dari sesuatu yg bisa kita usahakan dan titik adalah represetasi dari apa yang tidak bisa kita usahakan, hanya kita serahkan pada Tuhan.

Hidup ini punya kita. Kitalah sang sutradaranya, kita penulis skenarionya, kita pemainnya dan kita yang akan menentukan endingnya. Itu koma. Tuhan memberikan kita wewenang penuh atas apa yang boleh kita usahakan. Namun kadang hidup itu adalah titik. Kita merasa sudah melakoni peran yang diberikan dengan sebaik2nya, tapi pada akhirnya kita harus tunduk atas apa yang disebut sebagai ketetapan takdir yang sudah IA tuliskan sejak lama skenarionya.


Well, whatever the life is, koma kah dia, atau titik kah dia, aku percaya ini adalah bukti kearifan Tuhan. Kadang kita diberikan harapan, kadang kita hanya disuruh menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Dia Tuhan, kita hanya Manusia. Dia tahu apa yang terbaik dan tidak baik untuk kita.... Wallahualam bis Shawab.

Mati Muda

Mati muda, kalau ada yang bertanya apakah siap mati muda? Mugkin hanya sedikit atau bahkan tak ada yang akan menjawab siap. Saya pun begitu. Kalau boleh memilih, saya akan memilih berumur panjang, dan mati saat semua yang saya ingin kerjakan, atau yang ingin saya cita2kan dalam hidup ini tercapai. Saat saya benar siap menyerahkan amal terbaik pada-Nya. Tapi bukannya kematian kita sudah dituliskan? Dan saya sudah sering menyaksikan bagaimana orang2 yang selama ini dekat dan bersama saya, mati dalam usia yang masih muda. Makanya tiap kali akan tidur, saya kadang takut untuk memejamkan mata. Akankah esok masih milik saya, atau kah saya tak dapat membuka mata lagi dan meyaksikan diri saya sendiri yang tidur selama2nya…, kembali ke alam keabadian.

Kematian memang misteri. Kita tidak pernah tau kapan malaikat maut akan datang dan menjemput. Kematian….adalah persoalan ‘hidup’ yang abadi, persoalan rumah masa depan yang akan kita tinggali selama2nya, persoalan bagaimana dan seperti apa kita ingin dikenang oleh orang2 yang kita tinggalkan? Tak peduli, kita tua ataukah muda…

* Mengingatkan pada teman2 yang telah meninggalkan “Fadkhuli Fi I’badi, Fadkhuli Jannati, masukkah ke dalam golongan hamba2Ku, masuklah ke dalam syurgaKu…”

Minggu, 15 November 2009

Ternyata Gak Mudah

Ternyata apa yang saya pikir mudah, malah jadi gak mudah. Ni gara2 kelas Script writingnya kak Eka Damayanti hari Jumat lalu. Abis dikasih materi buat script, kita2 malah disuruh ngedit script then ngebaca script editan itu. Teman2 sepakat nunjuk sy buat baca script opening siaran itu. Apa yang terjadi, suara saya fals abis, pronunciation gak jelas, durasinya cuma ngabisin 1 menit... Jelek bangets! Ternyata, lama gak siaran, bikin lupa segala teori "smooth n control". Dan lebih ternyata lagi, saya ngerasa bakalan susah mengubah style siaran di Radio "Umum" ke radio "Komunitas" yang punya rule and style sendiri. Tapi ada yang lebih gak mudah lagi dari itu semua.... (hard to mention). So, harus belajar dari awal lagi. Mudah2an di kelas vokal n baca crispt nanti semua akan lebih baik lagi. Karena mengingat bulan depan kita semua bakalan banyak rekaman2 lalu evaluasi. Keep Strugle, error and trial...

Sabtu, 14 November 2009

How Sincere...

Siang itu, kamis 12 November 09, saat pulang dari rumah MR, tiba2 aja motor sy ditabrak dari belakang pas mau belok, padahal udah nyalain lampus sen. Lukanya sih gak parah, tapi saya ngerasa perlu nulis ini buat mengingat betapa saya belajar banyak dari Si Bapak yang nabrak. How sincere he is. I can't believe this, but for his responsibility, I can't say anythings....

Selasa, 10 November 2009

Kopi itu Pahit...


Saya bukannya akan bercerita tentang bagaimana caranya membuat kopi yang enak. Saya juga tidak akan membahas, bagaimana sebenarnya rasanya kopi. Saya pikir, anda semua sudah tahu bahwa rasanya kopi ya…pahit. Bahkan orang yang tidak pernah minum kopi pun mungkin tahu, bahwa yang namanya kopi pasti pahit, meskipun mungkin ada orang2 pecandu kopi yang akan bilang rasanya kopi itu enak, meskipun belum dicampur gula, dst…

Well, belajar lagi dari pengalaman minum kopi. Bahwa pada dasarnya rasa kopi itu pahit, tapi bisa jadi enak dan bisa bikin kecanduan justru dari rasa pahitnya yang khas. Malah kalo tidak pahit, tidak khas enaknya. Kok pahit jadi enak ya? Tentu rasa kopi yang pahit tidak akan enak kalo hanya diseduh pakai air tanpa gula, atau cream, atau susu. Tapi kalo membuat kopi hanya pakai gula, tambah cream atau susu, tak bisa juga disebut kopi. Justru harus ada bubuk pahit hitam pekat yang baunya harum banget itu yang bikin itu layak disebut kopi (jadi kepanjangan cerita bikin kopinya….^_^)

Tidak ada bedanya dengan hidup. Tidak semua orang dikasih hidup yang lurus, enak dan mudah sama yang di Atas (kita analogikan dengan kata manis). Ada orang2 yang justru hidupnya susah, harus usaha keras, harus banting tulang, penuh keruetan, dan tidak lurus-lurus saja (pahit, seperti rasanya kopi bukan?). Tapi justru itulah seninya hidup yang dibuat Tuhan. Makanya saya tidak setuju abis sama lagunya Nidji dalam ost nya Laskar pelangi “Meski hidup kadang tak adil…”. Menurut saya, justru karena Tuhan sangat adil, makanya jalan hidup kita berbeda2. Bisa dibanyangkan kalo jalan hidup kita sama, sama2 manis semua? Pasti dunia ini bakalan datar, tak ada seninya.

Merekayasa Hidup itu sama dengan membuat kopi. Kadang ada bagian2 hidup yang terasa sukar untuk dijalani, tapi mengapa tak kita coba untuk membuatnya seperti kopi saja? Bukankah awalnya rasa kopi juga pahit. Mengapa kita tak coba menambahkan gula, cream, mocha, atau susu agar rasanya enak? Ya, tenyata selama ini yang salah itu cara seseorang memandang hidup, setidaknya itulah yang saya pelajari baru-baru ini. Meskipun mungkin kita tidak bisa membuat secangkir susu yang rasanya memang sudah manis sejak awal, but at least, kita bisa membuat secangkir kopi yang manis, yang bau harumnya membuat orang berselera untuk mencicipinya.So, let coffee up your life.

Rabu, 28 Oktober 2009

Saya cemburu…

Pernah merasa cemburu? Saya yakin, setiap orang pernah merasakannya. Dan beberapa waktu ini saya benar2 sedang cemburu. Tapi jangan diartikan saya iri, saya hanya cemburu. Perasaan manisiawi yang datang tanpa direkayasa. Saya bukan posesif. Apasih di dunia ini yang milik saya? semua hanya titipan Allah, jadi buat apa saya merasa memiliki. Tapi perasaan itu datang dan mengganggu saya akhir-akhir ini. Kemudian membuat saya bertanya keheranan, kenapa bisa?

Saya cemburu. Saya mencoba mendefinisikan perasaan ini sebaik-baiknya. Jangan sampai saya salah arti. Entahlah, apa saya boleh menyimpan perasaan seperti ini atau harus saya buang jauh2. Tapi saya rasa Tuhan juga membolehkan. Bukankah Ia juga sangat pencemburu bila ‘cinta-Nya’ di duakan? Begitupun saya… Tapi yang perlu menjadi catatan, kecemburuan saya ini bukan tanpa alasan. Juga bukan karena saya tak bisa melakukan hal serupa. Saya bisa, hanya tidak mau… malah kalau saya mau, jalannya sudah terbuka lebar di depan mata… hanya, saya tak mau menceburkan diri terlalu dalam…

Saya hanya cemburu, karena satu hal yang membuat tak ‘sreg’ untuk didengar dan di saksikan. Karena saya tak segitunya. Apa yang membuat saya cemburu? Susah saya jelaskan, ada hati yang harus saya jaga. Saya tak mau menyakiti siapapun dalam hal ini, meski hati saya miris bukan main. Saya takut….,toh selama ini saya juga tidak sebaik apa yang dipikirkan. Saya hanya merasa itu tak pantas kita lakukan selaku orang2 yang mengaku ‘nahnu du’at qobla kulli syai’in’…. Mengatakannya? Saya tidak seberani itu. Sekali lagi demi menjaga perasaan orang lain. Tapi yang pasti keadaan dan interaksi seperti itu membuat saya ‘muak’ bercampur sedih… hingga semuanya hanya menyisakan tanya, juga tangis dalam diam, Kemana hasil tarbiyah kita setiap pekan? Kemana kita yang sudah bertahun2 berada dalam lingkaran tarbiyah ini? Wallahualam bis shawab… Hanya Allah yang mengetahui apa yang kita zahirkan dan kita sembunyikan.